Tidak semua kaum lesbian berpenampilan
tomboy alias bergaya tak ubahnya laki-laki. Banyak juga dijumpai lesbian yang bergaya layaknya perempuan normal, yakni feminine. Demikian menurut Prof Koentjoro PhD, Guru Besar Psikologi UGM, seperti yang pernah dilansir Jawa Pos.
Dari soal karakter sikap dan prilaku, seorang lesbian merasa dirinya laki-laki tapi terjebak dalam tubuh perempuan. Prof Koentjoro menyebut bentuk mereka dengan istilah “priawan”. Ini tentunya kebalikan dari waria. Tipe tersebut akan cenderung mencari perempuan heteroseksual sebagai pasangan hidupnya.
Maksudnya, orientasi seksualnya dominan laki-laki. Namun, Berbeda halnya dengan lesbian murni. Adanya anggapan lesbian sebagai another sex, akan menjadikan mereka selalu mencari pasangan perempuan yang lesbian juga. Lesbian seperti itu, akan tampak sangat feminin. Seperti layaknya perempuan dalam tubuh perempuan. Bahkan, tingkah lakunya mungkin bisa saja lebih halus dari perempuan pada umumnya.
Ciri-ciri bagimana yang biasanya tampak? Pada umumnya, kaum homoseksual mempunyai sex role yang cenderung berubah-ubah. Karena itu, tampak pada lesbian, sifat gaya kelaki-lakiannya. Walaupun ini disembunyikan, namun akan tetap tampak karakter laki-lakinya. Itu hanya disebabkan lesbian cenderung lebih tertutup karena adanya tuntutan budaya yang mengarahkan pada tataran hidup normatif.
Tentu saja hal ini bisa dikatakan suatu kelainan. Dalam berhubungan seks dengan perempuan lain pun, mereka akan tetap bisa orgasme. Biasanya, mereka menggunakan alat bantu seksual. Menurut penelitian, ada juga kemungkinan, para lesbian ini awalnya hanya ingin merasakan nikmatnya berhubungan seksual, namun mereka takut mengalami kehamilan. Sebab itulah, mereka akhirnya jatuh ke dalamnya.
Selain itu, lesbian sangat rentan mengonsumsi narkoba. Awalnya, tentu saja hanya untuk berfantasi dan mencari sensasi. Itu biasa dilakukan agar mengundang gairah bagi para lesbian lainnya. Ini berbeda dari kasus perempuan tomboi yang hanya sekadar ingin tampil layaknya laki-laki.
Ada banyak faktor yang menyebabkan mereka jatuh ke masalah ini. Umumnya, faktor yang memengaruhi perempuan menjadi lesbian bisa disebabkan oleh pengalaman hidup. Mulai dari pola asuh orangtua, survive hidup, gaya hidup, sampai adanya unsur balas dendam.
Misalnya, peran ayah dalam rumah tangga yang kerap menyakiti ibunya. Atau, dirinya sendiri mungkin pernah disakiti oleh kalangan laki-laki. Itu dapat membangkitkan jiwa lesbianisme. Selain itu, bisa juga disebabkan oleh faktor hormonal. Hormon laki-lakinya lebih kuat daripada hormon perempuan.
Meski begitu, lesbian ini bisa saja disembuhkan. Asalkan, ada kemauan dan tekad yang kuat. Masa remaja adalah masa yang sangat rawan dan menjadi titik rentan munculnya lesbianisme. Bila itu terjadi, harus segera berkonsultasi kepada psikolog.
Akan menjadi sebuah kesalahan yang sangat fatal jika seorang perempuan mengaktualisasikan dirinya pada komunitas lesbian. Bila seorang lesbian ingin sembuh, terlebih dahulu seharusnya ia harus keluar dari komunitas lesbian. Dia tidak akan bisa sembuh, tapi malah akan lebih jauh terjerumus ke dalamnya.
Umumnya, komunitas lesbian ini sebenarnya hanyalah menjadi wadah rasa dan jiwa senasib-sepenanggungan. Sebelum adanya gejala adiksi (ketergantungan) itu muncul. Jika bergabung dengan komunitasnya, seorang lesbian justru akan semakin jauh terjerumus di dalamnya